3 KEBETULAN


Syahdan, seperti dikatakan Ayu Utami, “Jika kebetulan terjadi begitu banyak, maka seorang ilmuwan [akan] mencari pola, dan seorang beriman mencari rencana Tuhan”. Kalimat cantik nan kena ini saya kutip dari novel Manjali dan Chakrabirawa, yang mengisahkan cerita cinta “terlarang” karena berkelindan dengan kelam masa lalu: sejarah tentang pembantaian PKI.

Tapi sayangnya, saya bukan seorang ilmuwan, atau setidaknya belum menjadi ilmuwan. Begitu pun, saya belum berani mendaku diri sebagai seorang beriman, sebab saya rasa predikat itu terlampau tingginya. Saya masih seperti awam kebanyakan dalam menghadapi berkah atau musibah: kalau tidak mengumpat, ya mendaras hamdalah. 

Misalkan, pas tidak bawa duit, kena musibah ban sepeda motor bocor. Pas mau telepon, operator dengan merdunya berkumandang: sisa pulsa Anda tidak cukup... tut-tut-tut. Mengutip @sudjiwotedjo, tak bisa tidak saya katakan #Janjuk untuk kondisi ini. Ini sebuah kebetulan yang dapat diringkus ke dalam satu kata saja: sial! Atau padanannya: nahas! Atau: malang! Atau: musibah!

Tapi puji Tuhan, sejauh ini saya masih dijauhkan dari musibah yang demikian. Malahan, akhir minggu kemarin, Tuhan dan alam rupanya berkonspirasi menyuguhkan kebetulan yang membahagiakan buat saya.

Pertama, anak semata wayang kami, Chiya Maruya habis terima raport. Kata si bunda, setelah dijelaskan mengenai nilai-nilai dan perkembangannya selama di TK-A yang alhamdulillah baik, maka semua wali murid dan murid dikumpulkan. Katanya bakal ada murid yang akan mendapatkan piala, setelah diadakan penilaian (secara keseluruhan) oleh guru sebagai murid terbaik.
Murid terbaik ini dipilih dari kelas TK-A maupun B. Pas diumumkan, si bunda bisa dibilang tak punya feeling apalagi ekspektasi anaknya bakal mendapat piala. Malahan, kata si bunda, dia berpikir bagaimana nanti kalau Chiya Maruya “agak kecewa” karena tidak dapat piala. Sehingga harus dipikirkan langkah-langkah yang tepat untuk tetap menjaga motivasinya.

Lah, ndilalah ternyata Chiya Maruya dipanggil sebagai peserta terbaik ketiga. Sementara peserta terbaik pertama dan kedua diraih oleh anak-anak kelas TK-B yang akan melanjutkan ke SD. Tentu kami kaget bercampur senang. Sampai-sampai, setelah pulang kerja, kami menyempatkan diri “menyelinap” ke toko mainan untuk membelikan semacam hadiah.

Bersama Frans Padak Demon, Direktur VOA-Indonesia
Kebetulan kedua, terjadi ketika kami sedang mencari mainan untuk hadiah si Chiya. Waktu itu saya ditelpon oleh seseorang yang mengkonfirmasi nama saya, sekaligus menanyakan apakah benar saya telah mengirimkan tulisan untuk kontes nge-blog VOA-Indonesia. Ya, jawab saya. Saya sudah mendeteksi arah pembicaraan telepon itu. Melalui percakapan itu saya tahu saya menjadi pemenang ke-2, dan memperoleh I-Pod touch karena tulisan saya tentang perbandingan tukang becak di Indonesia dan di New York (Tukang Becak: Yang Bebas dan Terpaksa Memilih). Hampir saja saya memekik. Saya senang bukan kepalang (meskipun saya masih berpikir juga, I-Pod itu yang kayak apa, hehe...). Ini seperti meniru tajuk iklan: apapun hadiahnya, yang penting jadi salah satu pemenang.

Kebahagiaan saya rupanya dianggap belum cukup, sehingga Tuhan menganugerahkan lagi kejutan ketiga. Seorang kawan di sebuah lembaga kajian dan pengembangan, yang menerbitkan sebuah Jurnal Kajian Pariwisata, memberi kabar bahwa tulisan saya diterbitkan oleh jurnal tersebut. Wow...

Ini betul-betul anugerah bagi saya. Kebetulan yang berkah. Melalui ketiga kebetulan itu saya menjadi lebih bersemangat lagi: bersemangat untuk turut belajar bersama anak kami, bersemangat kembali menyelami buku-buku, juga menulis hal-hal yang serius dan tak serius.

Saya kira, ini merupakan salah satu hal termanis yang dianugerahkan Tuhan kepada saya, selain hal-hal yang mungkin sudah saya lupa... Astaghfirullahaladzim dan Alhamdulillah...