Syahdan, seperti
dikatakan Ayu Utami, “Jika kebetulan
terjadi begitu banyak, maka seorang ilmuwan [akan] mencari pola, dan seorang
beriman mencari rencana Tuhan”. Kalimat cantik nan kena ini saya kutip dari
novel Manjali dan Chakrabirawa, yang
mengisahkan cerita cinta “terlarang” karena berkelindan dengan kelam masa lalu:
sejarah tentang pembantaian PKI.
Tapi sayangnya,
saya bukan seorang ilmuwan, atau setidaknya belum menjadi ilmuwan. Begitu pun,
saya belum berani mendaku diri sebagai seorang beriman, sebab saya rasa predikat
itu terlampau tingginya. Saya masih seperti awam kebanyakan dalam menghadapi
berkah atau musibah: kalau tidak mengumpat, ya mendaras hamdalah.
Misalkan, pas
tidak bawa duit, kena musibah ban sepeda motor bocor. Pas mau telepon, operator
dengan merdunya berkumandang: sisa pulsa Anda tidak cukup... tut-tut-tut.
Mengutip @sudjiwotedjo, tak bisa tidak saya katakan #Janjuk untuk kondisi ini.
Ini sebuah kebetulan yang dapat diringkus ke dalam satu kata saja: sial! Atau
padanannya: nahas! Atau: malang! Atau: musibah!
Tapi puji Tuhan,
sejauh ini saya masih dijauhkan dari musibah yang demikian. Malahan, akhir
minggu kemarin, Tuhan dan alam rupanya berkonspirasi menyuguhkan kebetulan yang
membahagiakan buat saya.
Pertama, anak semata wayang kami, Chiya Maruya habis terima raport. Kata si bunda, setelah dijelaskan mengenai nilai-nilai dan perkembangannya selama di TK-A yang alhamdulillah baik, maka semua wali murid dan murid dikumpulkan. Katanya bakal ada murid yang akan mendapatkan piala, setelah diadakan penilaian (secara keseluruhan) oleh guru sebagai murid terbaik.
Murid terbaik
ini dipilih dari kelas TK-A maupun B. Pas diumumkan, si bunda
bisa dibilang tak punya feeling
apalagi ekspektasi anaknya bakal mendapat piala. Malahan, kata si bunda, dia
berpikir bagaimana nanti kalau Chiya Maruya “agak kecewa” karena tidak dapat
piala. Sehingga harus dipikirkan langkah-langkah yang tepat untuk tetap menjaga
motivasinya.
Lah, ndilalah ternyata Chiya Maruya dipanggil
sebagai peserta terbaik ketiga. Sementara peserta terbaik pertama dan kedua
diraih oleh anak-anak kelas TK-B yang akan melanjutkan ke SD. Tentu kami kaget
bercampur senang. Sampai-sampai, setelah pulang kerja, kami menyempatkan diri
“menyelinap” ke toko mainan untuk membelikan semacam hadiah.
Bersama Frans Padak Demon, Direktur VOA-Indonesia |
Kebahagiaan saya
rupanya dianggap belum cukup, sehingga Tuhan menganugerahkan lagi kejutan
ketiga. Seorang kawan di sebuah lembaga kajian dan pengembangan, yang
menerbitkan sebuah Jurnal Kajian Pariwisata, memberi kabar bahwa tulisan saya
diterbitkan oleh jurnal tersebut. Wow...
Ini betul-betul
anugerah bagi saya. Kebetulan yang berkah. Melalui ketiga kebetulan itu saya
menjadi lebih bersemangat lagi: bersemangat untuk turut belajar bersama anak
kami, bersemangat kembali menyelami buku-buku, juga menulis hal-hal yang serius
dan tak serius.
Saya kira, ini
merupakan salah satu hal termanis yang dianugerahkan Tuhan kepada saya, selain
hal-hal yang mungkin sudah saya lupa... Astaghfirullahaladzim dan Alhamdulillah...